Sejarah Pulau Kalimantan yang akan saya tuliskan disini ada dua versi yaitu versi pertama dan versi kedua
Versi Pertama
Pulau Borneo (Kalimantan) merupakan pulau ketiga terbesar di dunia setelah Pulau Greenland dan Pulau Papua. Luas keseluruhan Pulau Borneo adalah 736.000 KM 2. Pulau Borneo terdapat juga lintasan pegunungan di sebelah timur laut dengan gunung tertinggi adalah Gunung Kinabalu dengan puncak setinggi 4.175 M. Pulau ini beriklim tropis basah dengan suhu rata-rata 24-25 derajat celcius dan dilewati oleh garis khatulistiwa.
Diketahui bahwa bangsa asing sudah berhubungan dengan penduduk di Pulau Borneo ini sejak sekitar abad ke-1 M.
Berdasarkan peninggalan-peninggalan artefak sejarah yang sempat ditemukan, bahwa artefak yang paling tua yang ditemukan di Pulau Borneo ini adalah artefak dari Kerajaan Kutai yaitu dari masa abad ke-4 M yang beraliran hindu, terletak di pesisir timur dari pulau ini. Bahkan berdasarkan temuan artefak sejarah ini, bahwa artefak Kerajaan Kutai adalah temuan artefak yang tertua di Nusantara ini.
Pada abad ke-8 M Kerajaan Sriwijaya pernah berpengaruh di sepanjang pesisir barat Pulau Borneo ini dan pada abad ke-14 M Kerajaan Majapahit berpengaruh hampir di seluruh Pulau ini.
Pada awal abad ke-16 M orang-orang eropa mulai berdatangan di Pulau Borneo ini.
Berdasarkan catatan orang eropa disebutkan bahwa orang eropa pertama yang mendatangi Pulau Borneo ini adalah orang Italia yang bernama Ludovico de Verthana yaitu pada tahun 1507 M yang kemudian dilanjutkan dengan orang Portugis yang bernama Laurenco de Gomez pada tahun 1518 M terus disusul oleh orang Spanyol yang bernama Ferdinand Magellen pada tahun 1519 yaitu dalam perjalanan mengelilingi dunia, baru kemudian disusul dengan Belanda, Inggris dan Prancis. Dari orang-orang Eropa inilah kemudian nama Borneo di kenal sejak abad ke-15 M. Nama Borneo itu berasal dari nama pohon Borneol {bahasa Latin: Dryobalanops camphora)yang mengandung (C10H17.OH) terpetin, bahan untuk antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper, kayu kamper yang banyak tumbuh di Kalimantan,[1][2] kemudian oleh para pedagang dari Eropa disebut pulau Borneo atau pulau penghasil borneol,dari sebutan orang-orang eropa itu terhadap nama Kerajaan Brunei,karena saat itu Kerajaan Brunei merupakan Kerajaan yang paling dominan / terbesar di pulau ini sehingga setiap orang asing yang datang di Pulau ini, akan mengunjungi Kerajaan Brunei [3] sehingga kemudian nama Brunei menjadi ikon bagi pulau ini yang kemudian dipelatkan oleh lidah orang eropa menjadi Borneo yang kemudian terus dipakai hingga ke masa pendudukan kolonial Belanda yaitu “ Pulau Borneo “.
Pada tanggal 7 Juli 1607 Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, tetapi seluruh ABK dibunuh penduduk sebagai pembalasan atas perampasan oleh VOC terhadap dua jung Banjar yang berlabuh di Banten tanun 1595. Pada tahun 1612 di masa Sultan Mustain Billah, Belanda datang ke Banjarmasin untuk menghukum Kesultanan Banjarmasin atas insiden 1607 dan menembak hancur Banjar Lama (kampung Keraton) di Kuin, sehingga ibukota kerajaan Banjar dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura.
Berdasarkan dokumen yang ada bahwa perjanjian tertulis pertama antara orang eropa dengan penduduk Pulau Borneo di lakukan pada tahun 1609 M yaitu perjanjian perdagangan antara perusahaan dagang Belanda yaitu VOC dengan Raja Panembahan Sambas yaitu Ratu Sapudak walaupun kemudian bahwa hubungan perdagangan antara kedua belah pihak ini tidak berkembang.
Perjanjian kesepakatan VOC yang kedua dengan Kerajaan di Pulau Borneo ini adalah dengan Kesultanan Banjarmasin yang ditandatangani pada tahun 4 September 1635 di masa Sultan Inayatullah. Isi kontrak itu, antara lain, bahwa selain mengenai pembelian lada dan tentang bea cukai, VOC juga akan membantu kesultanan Banjar untuk menghadapi serangan dari luar. Aktivitas VOC kemudian lebih berkembang di sebelah timur dibandingkan dengan sebelah barat Pulau Borneo yaitu karena sebelah timur Pulau Borneo berhampiran dengan pusat lada dunia yaitu Kepulauan Maluku.
Versi Kedua
Kalimantan (toponim: Kalamantan/ Calémantan/ Kalémantan Kelamantan/ Kilamantan/ Klamantan/ Klémantan/ K’lemantan/ Quallamontan) adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi wilayah Brunei, Indonesia (dua per tiga) dan Malaysia (sepertiga). Pulau Kalimantan terkenal dengan julukan “Pulau Seribu Sungai” karena banyaknya sungai yang mengalir di pulau ini.
Pada zaman dahulu, Borneo — yang berasal dari nama kesultanan Brunei — adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara keseluruhan, sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia.Wilayah utara pulau ini (Sabah, Brunei, Sarawak) untuk Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara untuk Indonesia wilayah Kalimantan Utara, adalah provinsi Kalimantan Utara.
Dalam arti luas “Kalimantan” meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia.
Asal-usul nama Kalimantan tidak begitu jelas. Sebutan kelamantan digunakan di Sarawak untuk menyebut kelompok penduduk yang mengonsumsi sagu di wilayah utara pulau ini[8]. Menurut Crowfurd, kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga (Mangifera) sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga, namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.. Mangga lokal yang disebut klemantan ini sampai sekarang banyak terdapat di perdesaan di daerah Ketapang dan sekitarnya, Kalimantan Barat.
Menurut C. Hose dan Mac Dougall, “Kalimantan” berasal dari nama-nama enam golongan suku-suku setempat yakni Iban (Dayak Laut), Kayan, Kenyah, Klemantan (Dayak Darat), Murut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu. Namun menurut Slamet Muljana, kata Kalimantan bukan kata Melayu asli tapi kata pinjaman sebagai halnya kata Malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung).
Pendapat yang lain menyebutkan bahwa Kalimantan atau Klemantan berasal dari bahasa Sanskerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.[10] Terdapat tiga kerajaan besar (induk) di pulau ini yaitu Borneo (Brunei/ Barune), Succadana (Tanjungpura/ Bakulapura), dan Banjarmasinn (Nusa Kencana). Penduduk kawasan timur pulau ini menyebutnya Pulu K’lemantan, orang Italia mengenalnya Calemantan dan orang Ukraina : Калімантан.
Jika ditilik dari bahasa Jawa, nama Kalimantan dapat berarti “Sungai Intan”. Sebuah sungai di Kalsel dan transportasi airnya.
Sepanjang sejarahnya, Kalimantan juga dikenal dengan nama-nama yang lain. Kerajaan Singasari, misalnya, menyebutnya “Bakulapura” yaitu jajahannya yang berada di barat daya Kalimantan. Bakula dalam bahasa Sanskerta artinya pohon tanjung (Mimusops elengi) sehingga Bakulapura mendapat nama Melayu menjadi “Tanjungpura” artinya negeri/ pulau pohon tanjung yaitu nama kerajaan Tanjungpura yang sering dipakai sebagai nama pulaunya. Sementara Kerajaan Majapahit di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebutnya “Tanjungnagara” yang juga mencakup pula Filipina seperti Saludung (Manila) dan Kepulauan Sulu.
Hikayat Banjar, sebuah kronik kuno dari Kalimantan Selatan yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, tetapi naskah Hikayat Banjar ini sendiri berasal dari naskah dengan teks bahasa Melayu yang lebih kuno pada masa kerajaan Hindu, di dalamnya menyebut Pulau Kalimantan dengan nama Melayu yaitu pulau “Hujung Tanah”. Sebutan Hujung Tanah ini muncul berdasarkan bentuk geomorfologi wilayah Kalimantan Selatan pada zaman dahulu kala yang berbentuk sebuah semenanjung yang terbentuk dari deretan Pegunungan Meratus dengan daratan yang berujung di Tanjung Selatan yang menjorok ke Laut Jawa. Keadaan ini identik dengan bentuk bagian ujung dari Semenanjung Malaka yaitu Negeri Johor yang sering disebut “Ujung Tanah” dalam naskah-naskah Kuno Melayu. Semenanjung Hujung Tanah inilah yang bersetentangan dengan wilayah Majapahit di Jawa Timur sehingga kemudian mendapat nama Tanjungnagara artinya pulau yang berbentuk tanjung/ semenanjung.
Sebutan “Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno seperti dalam Ramalan Prabu Jayabaya dari masa kerajaan Kadiri (Panjalu), tentang akan dikuasainya Tanah Jawa oleh bangsa Jepang yang datang dari arah Nusa Kencana (Bumi Kencana). Memang terbukti sebelum menyeberang ke Jawa, tentara Jepang terlebih dahulu menguasai ibukota Kalimantan saat itu yaitu Banjarmasin. Nusa Kencana sering pula digambarkan sebagai Tanah Sabrang yaitu sebagai perwujudan Negeri Alengka yang primitif tempat tinggal para raksasa di seberang Tanah Jawa. Di Tanah Sabrang inilah terdapat Tanah Dayak yang disebutkan dalam Serat Maha Parwa.
Sebutan-sebutan yang lain antara lain: “Pulau Banjar”, Raden Paku (kelak dikenal sebagai Sunan Giri) diriwayatkan pernah menyebarkan Islam ke Pulau Banjar, demikian pula sebutan oleh orang Gowa, Selaparang (Lombok), Sumbawa dan Bima karena kerajaan-keraja an ini memiliki hubungan bilateral dengan Kesultanan Banjar; “Jawa Besar” sebutan dari Marco Polo penjelajah dari Italia atau dalam bahasa Arab; dan “Jaba Daje” artinya “Jawa di Utara (dari pulau Madura) sebutan suku Madura terhadap pulau Kalimantan baru pada abad ke-20.
0 comments:
Post a Comment